Masih pentingkah pendidikan bagi masyarakat pinggiran?

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dawasa ini peran pendidikan sebagai sarana peningkat kualitas SDM makin jelas terasa.Selain itu dunia pendidikan sekarang ini dirasa unik karena penuh dengan beragam masalah, baik itu berasal dari intern maupun ekstern lingkungan pendidikan.Namun tak dapat dipungkiri bahwa tinggi rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki oleh setiap masyarakat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang mereka miliki pula.
Krisis ekonomi yang berawal dari krisis moneter tahun 1997, memiliki pengaruh signifikan terhadap dunia pendidikan Indonesia.Jumlah masyarakat miskin dan yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat.Pengangguran terbuka sudah mencapai 40 juta orang pada tahun 2004.Ditambah lagi pengangguran terselubung.Akibat langsung terhadap pendidikan adalah jumlah anak putus sekolah pada semua jenjang pendidikan meningkat.Indikator sosialnya adalah meningkatnya anak jalanan dan keluarga jalanan di kota-kota besar. Pada Pendidikan Tinggi, banyak mahasiswa yang diharapkan menjadi calon intelektual muda, terpaksa cuti kuliah karena keterbatasan ekonomi keluarga. Bagi siswa SLTP dan SLTA yang putus sekolah, masalahnya akan lebih rumit, karena pada usia ini, emosi mereka belum stabil, tidak toleran terhadap orang lain, agresif secara fisik, rendah kesadaran akan kesalahan diri, dan menunjukkan perilaku yang egoistik.
Mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan peningkatan ekonomi ini, Hungtington (1995) mengemukakan bahwa tingkat perkembangan ekonomi yang lebih baik berpengaruh positif pada peningkatan jumlah publik yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan masyarakat kelas menengah yang lebih besar. Keadaan ini akan melahirkan sikap kultur warga negara yang lebih baik,bertanggung jawab, dan memiliki kepuasan dan kompetensi yang mendukung terwujudnya demokrasi. Sebaliknya jika perkembangan ekonomi tidak terjadi secara keseluruhan, hanya berpusat pada satu titik maka akan menimbulkan adanya golongan baru yang disebut masyarakat marjinal.
Secara harfiah marjinal berasal dari kata marjin yang artinya tepi atau pinggiran.Sedangkan masyarakat marjinal sering disebut sebagai masyarakat pinggiran.Dimana salah satu ciri khas dari masyarakat marjinal adalah tidak terperdayanya / terpinggirnya keberadaan mereka dalam mendapatkan akses ekonomi, pendidikan, sosial budaya bahkan politik, sehingga menyebabkan timbulnya pemiskinan struktural, kebodohan dan keterbelakangan dalam segala aspek kehidupan.
Sehubungan dengan penjelasan di atas, makalah ini akan melihat pendidikan dari masyarakat kota yang terpinggirkan. Masyarakat yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat Simbang Wetan yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai buruh. Simbang Wetan merupakan salah satu daerah yang terletak di pinggiran kota Pekalongan dengan pemukiman padat penduduk. 

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitan ini adalah sebagai berikut:
a.      Bagaimana tingkat pendidikan pada masyarakat Simbang Wetan?
b.     Adakah kesadaran masyarakat Simbang Wetan mengenai sekolah sebagai pusat kebudayaan?

1.3  Tujuan
a.      Mengetahui tingkat pendidikan pada masyarakat Simbang Wetan.
b.     Mengetahui bagaimana kesadaran masyarakat Simbang Wetan mengenai sekolah sebagai pusat kebudayaan.

1.4  Manfaat Penelitian
Dengan penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa Sosiologi dan Antropologi mengenai permasalahan sosial khususnya pada segi pendidikan.Dapat pula dijadikan sebagai referensi fenomena sosial yang dikaji secara sosiologi.




1.5  Metode Penelitian
a.      Metode Pencarian Data
1. Metode Observasi
Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung pada masyarakat Simbang Wetan. Tujuan dari pengamatan ini adalah memperoleh petunjuk lebih jelas tentang pendidikan masyarakat Simbang Wetan.
2. Wawancara (Interview)
Selain menggunakan teknik observasi, penyusun juga melakukan pengumpulan data dengan wawancara (interview). Kegiatan ini penyusun lakukan dengan cara bertanya langsung kepada narasumber yakni masyarakat Simbang Wetan.
b.     Alat Penelitian
1. Block Note& ballpoint
Untuk mencatat informasi-informasi yang penyusun peroleh dalam observasi, penyusun menggunakan alat bantu  berupablock note & ballpoint.
2. Kamera
Sebagai bukti bahwa penyusun telah melakukan observasi pada masyarakat Simbang Wetan, maka penyusun menggunakan alat dokumentasi berupa kamera.
c.      Waktu Penelitian
Kegiatan observasi dilakukan pada:
            Hari/Tanggal  : Jum’at/18 November 2011
            Tempat            : Simbang Wetan Kab. Pekalongan
            Waktu             : 08.00 – Selesai.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pendidikan dan kemiskinan
Menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Artinya bahwa manusia sepanjang hidupnya membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya dan hal ini secara tidak langsung tercermin pada aspek kehidupan kita sehari - hari misalnya dalam berorganisasi maupun dalam pergaulan masyarakat (bermasyarakat). Karena disanalah sebenarnya diri kita mengaktualisasikan potensi diri melalui proses pembelajaran pada permasalahan yang timbul dalam masyarakat.
Pendidikan erat kaitanya dengan kemiskinan.Masyarakat menganggap bahwa pendidikan yang berkualitas hanya disediakan bagi mereka yang kaya.Sedang bagi mereka yang menjadi penghuni golongan terpinggirkan atau termajinalkan hanya bisa mengeyam pendidikan seadanya.Masyarakat pinggiranpun seolah tak berdaya jika sudah dihadapkan pada mahalnya biaya sekolah.Sehingga tak heran jika orangtua tidak memprioritaskan pendidikan sebagai jalan utama sabagi usaha mengubah status.Makin tinggi pendidikan yang diperoleh makin besar harapan untuk mencapai kedudukan yang baik dalam masyarakat. Pendidikan dilihat sebagai kesempatan untuk beralih dari golongan yang satu  ke golongan yang lebih tinggi.

2.2  Masyarakat Simbang Wetan
Simbang Wetan merupakan salah satu daerah padat penduduk yang terletak dipinggiran kota pekalongan. Mayoritas masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai buruh.Kaum laki-laki biasanya bekerja sebagai buruh suatu usaha konveksi ataupun bekerja di pabrik.Sedang kaum perempuan sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga adapun sebagian lainnya bekerja di pabrik ataupun mempunyai sampingan sebagai penjahit.Sedang untuk sekolah, terdapat TK,MI,serta MTS yang dikelola oleh yayasan.Adapun PAUD yang didirikan oleh warga tetapi hanya bersifat sebagai tempat penitipan anak, tempat mengajarnyapn terletak di balaidesa dan tenaga pengajarnya bersifat sukarela.


2.3  Tinggkat pendidikan masyarakat Simbang Wetan
Masyarakat simbang wetan rata-rata menyadari bahwa pendidikan sangatlah penting.Tetapi keadaan tingkat ekonomi yang rendah menyebabkan mereka untuk tidak terlalu serius dalam berpartisipasi dalam dunia pendidikan.Mayoritas para orang tua hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA/STM yang letaknya cukup jauh.Sehingga ada pula yang memilih bekerja setelah lulus MTS sebagai buruh pabrik ataupun konveksi.
Didalam perkampungan tersebut terdapat PAUD,TK,SD,MI serta MTS. PAUD didirikan oleh para warga yang sadar akan pentingnya pendidikan usia dini, tenaga pengajarnya terdiri dari ibu-ibu dan pemuda desa. Kegiatan PAUD tersebut diselenggaran pada sore hari pada pukul 16.00-17.00.  Selain sebagai wahana tempat mendidik anak,kegiatan ini juga dimanfaatkan para warga khususnya ibu-ibu sebagai tempat berkumpul. Kemudian untuk TK dan  SD terletak pada satu komplek gedung yang berhadapan langsung dengan MI. walaupun demikian para orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya di MI karena dirasa anak akan memperoleh bekal lebih selain pengetahuan yaitu berupa agama. Setelah itu anak dimasukan di MTS yang terletak tak jauh dari SD dan MI. Setelah lulus dari MTS kebanyakan para orangtua masih memberikan kelonggaran bagi anak untuk bersekolah baik itu pilihan anak jatuh pada SMA/MAN/STM. Namun setelah lulus nanti kesempatan untuk melanjutkan keperguruan tinggi sangat sulit mengingat pekerjaan orang tua yang hanya menjadi buruh. Kebanyakan dari mereka setelah lulus akan bekerja mengikuti tempat kerja orang tua atau bekerja sendiri tetapi masih dalam lingkup buruh. Kebanyakan dari mereka tidak hanya mempunyai satu macam pekerjaan saja.Berbagai macam pekerjaan dapat mereka lakukan tiap harinya, misalnya pagi-sore menjadi buruh pabrik, sore-malam menjadi penjaga toko sembari berjualan pulsa.

2.4  Kesadaran masyarakat akan sekolah sebagai pusat kebudayaan
Bagi anak dari kelompok masyarakat miskin, sistem pendidikan sekolah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi riil yang mereka hadapi sehari-hari.Dari segi kebutuhan, materi yang diajarkan sangat abstrak (yang sebetulnya dialami juga oleh anak-anak lainnya). Proyeksi pendidikan yang linier sangat sulit untuk diakses dan diadaptasi kelompok ini sehingga materi pendidikan yang abstrak itu tidak dapat dielaborasi lebih lanjut di masa mendatang dan justru menjadi beban dalam proses belajar di tingkat pendidikan dasar, bahkan incompatible dengan kebutuhansehari-hari.
Dari segi kondisi hidup yang mereka jalani, karena keseharian mereka sudah dipenuhi aktivitas mencari nafkah, sistem sekolah menjadi tidak adaptif terhadap mereka, terutama dari segi waktu belajar di sekolah dan persiapan belajar di rumah.Persaingan yang terjadi saat ini sangatlah tinggi (misalnya persaingan di bangku sekolah untuk mendapatkan nilai, peringkat, ataupun memasuki sekolah – sekolah unggulan).Sudah menjadi tren dan kepercayaan tersendiri untuk meningkatkan kualitas belajar dengan mengikuti, kursus, atau bimbingan belajar, yang saat ini telah menjadi salah satu lapangan tersendiri dalam bisnis pendidikan.Bagi masyarakat miskin, model persaingan seperti ini tentu jauh dari jangkauan.



BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Tingkat pendidikan masyarakat Simbang Wetan kab.Pekalongan rata-rata hanya sampai tingkat menengah atas baik itu negeri maupun swasta.Setelah itu mereka lebih memilih untuk bekerja dari pada melanjutkan ke perguruan tinggi karena memang tingkat ekonomi mereka yang rendah.Sedangkan masyarakat marginal sendiri kurang menyadari bahwa pendidikan itu penting dan dapat digunakan sebagai sarana perpindahan status sosial dalm masyarakat.

3.2 Saran
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan pendidikan pada masyarakat marginal, memberikan pelayanan semaksimal mungkin sehingga pemerataan pendidikan tidak hanya sekedar wacana saja. Selain itu bagi masyarakatpun harusnya lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Karena salah satu cara untuk mengubah status sosial adalah melalui pendidikan.







5 komentar:

  1. Sudah bagus,tapi studi kasusnya belum jelas.

    BalasHapus
  2. judulnya "Masih pentingkah pendidikan bagi masyarakat pinggiran? ". Memangnya dulu masyarakat pinggiran menganggap pendidikan itu penting????

    BalasHapus
  3. dari judul artikel tersebut apakah dulu masyarakat simbang wetan tidak mementingkan pendidikan?

    BalasHapus
  4. Bila format dari artikel ini masuk dalam kategori ilmiah, disarankan untuk mencantumkan sumber yang jelas sehingga tidak mengundang ke arah plagiasi.
    Seperti pada pendahuluan disebutkan "Mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan peningkatan ekonomi ini, Hungtington (1995) mengemukakan bahwa tingkat perkembangan ekonomi yang lebih baik berpengaruh positif pada peningkatan jumlah publik yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan ...", ini salah satu contoh konkritnya.
    Untuk keseluruhan artikel telah memenuhi satandarisasi dari penulisan dengan kode etic-emic penulisan artikel ilmiah. Menarik.

    BalasHapus